Cahaya itu seperti
kabut yang terangkat
Seperti langit yang
hangat dan cerah
Semua terlihat berbeda
sekarang
Dan aku beranjak menuju
pelukanNya
“Aku harus bisa melepaskan
ini semua, Leen.”
Kupandang wajah
tirusnya, rasa tak rela dan marah campur aduk menjadi satu dalam diriku. Tapi
aku hanya terdiam. Kucoba mencari pancaran penolakan dalam bola mata yang
menampakkan kesaratan akan penderitaan itu. Tidak kutemukan disana. Kepasrahan
model apa ini? Batinku menyalak. Ada yang salah disini…diriku? Atau dirinya?
Tapi aku tahu, kamulah yang benar dan akulah yang salah.
Aku bertemu denganmu
setahun yang lalu. Pertemuan secara tidak sengaja, di sebuah Yayasan bernama
Roemah Kupu Danestri. Tiga bulan kemudian Tuhan merencanakan sebuah cerita yang
harus kurangkai bersamamu. Aku ditautkan kembali dalam satu scenario panjang
yang aku dan kamu terlibat aktif di dalamnya baik secara hati maupun fisik.
Pagi hari aku dikejutkan oleh dentingan piano Richard Clayderman di ponselku. Ternyata kamu! Kamu tidak berbicara
banyak, tapi suaramu tercekat, dan aku cukup sadar untuk berkata, “ Tiga puluh
menit lagi aku sampai dirumahmu!”
Sesampainya disana,
kulihat dari balik jendela, kamu terbaring diam dan memandangku sambil tanganmu menunjuk ke arah
jendela, cepat kuraih sisi dalam jendela yang setengah terbuka dan menemukan
kunci pintu depan. Kuraih, kubuka dan aku berlari ke arahmu.
Kamu tetap terdiam. Matamu tajam menatapku, tanpa kata. Tapi aku tahu….bahkan hanya berupa helaan nafasmu saja aku sudah tahu…berlebihan? Tidak…aku tahu tidak berlebihan. Mencintai itu masalah hati. Hati akan berbicara mengalahkan sejuta kata pada saat kita mencintai dan menyayangi seseorang…
Kamu tetap terdiam. Matamu tajam menatapku, tanpa kata. Tapi aku tahu….bahkan hanya berupa helaan nafasmu saja aku sudah tahu…berlebihan? Tidak…aku tahu tidak berlebihan. Mencintai itu masalah hati. Hati akan berbicara mengalahkan sejuta kata pada saat kita mencintai dan menyayangi seseorang…
“Apa yang terjadi?”
tanyaku, “Mengapa tiba-tiba?”.
“Aku gak tau, tiba-tiba
lemas dan sulit digerakkan,” jawabmu.
“Mana Irah?”,tanyaku,
menanyakan asistenmu.
“Izin pulang kemarin,
tapi lusa katanya mau balik lagi ”.
“Putri?” tanyaku lagi
“Di Panti, mereka
menitipkannya di sana”, kulihat susah payah dirimu menahan jatuhnya airmata.
Seakan tahu
pertanyaanmu berikutnya, segera kukatakan, “Gak usah dipikirin, nanti aku akan bantu
semua.” balasku cepat, menepis kekhawatiranmu akan ketiadaan seorangpun di
sisimu. Dan itu adalah pertemuan kedua kita.
Kini, sudah tidak
terhitung lagi, ini pertemuan yang keberapa. Dan akupun tidak berusaha
menghitungnya, rasanya seperti sudah sangat lama mengenal dirimu. Dari hari ke
hari mengenalmu, semakin aku mengagumi dirimu. Semangatmu, keikhlasanmu dalam
menghadapi kehidupan sebatang kara dan
dikucilkan dari keluarga dikarenakan penyakit yang tidak kau kehendaki
keberadaannya, yang bagi sebagian orang mungkin sudah memilih untuk
mengakhirinya. Tapi kau yakini semua ini tidaklah terjadi secara sia-sia. Ada
hikmah di balik ini semua.
“Aku perlu orang yang
bersedia meneruskan ini Leen”, katamu suatu saat di sela-sela melakukan
fisiotheraphy.
“Memangnya kamu mau
kemana?” tanyaku
“Aku tidak tahu sampai
kapan bisa bertahan, Leen. Semakin hari semakin menyakitkan, tapi aku mau
sembuh”, ujarmu.
“Aku tahu kamu kuat,
tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya, dan Tuhan selalu mengabulkan
prasangka hambaNya, kamu harus sembuh….untuk Putri dan aku ”, jawabku terbata.
Matamu menerawang
memandang halaman rumahmu yang rimbun ditumbuhi pepohonan Krisan. Berapa tahun yang
lalu, setiap pagi kesukaanmu adalah membersihkan rumput liar yang tumbuh
dibawah bunga Krisan. Kamu sangat mencintai Krisan, “Bunga kenangan Leen,
bungaku dan Iwan …” katamu ketika
kutanya mengapa, ”Krisan itu artinya kebahagiaan, keceriaan, kecantikan,
kemurnian bisa juga diartikan sebagai persahabatan. Tapi Krisan juga bisa
sebagai pelambang kematian”, jelasmu panjang lebar.
-------------------------------------------------
Kupandang gundukan
tanah merah di depanku, seikat Krisan kuning berada diatasnya, kelopaknya
bergoyang terkena tiupan angin. Diandra
Danestry ….hari ini genap 3 tahun persahabatan kita, penyakit lupus dan sindrom
Guillain Barre –penyakit lumpuh layu- membuatmu tidak sanggup untuk bertahan
lebih lama lagi.
Kuingat betapa tubuh ringkihmu tidak lagi sanggup menahan rasa sakit yang mendera. Penyakit Lupus yang menyerang sistem dalam tubuhmu telah mengenai jantung, paru-paru, dan darahmu, ditambah dengan kelumpuhanmu yang tiba-tiba di usiamu yang ke 25.
Namun semangatmu untuk bertahan dan sembuh dari penyakit ini, membuatku semakin yakin bahwa manusia hanya bisa berencana dengan segala keterbatasan yang dimilikinya namun Tuhan punya rencana lain terhadap mereka. Dan kita hanya bisa pasrah mengikuti scenario-Nya.
Kuingat betapa tubuh ringkihmu tidak lagi sanggup menahan rasa sakit yang mendera. Penyakit Lupus yang menyerang sistem dalam tubuhmu telah mengenai jantung, paru-paru, dan darahmu, ditambah dengan kelumpuhanmu yang tiba-tiba di usiamu yang ke 25.
Namun semangatmu untuk bertahan dan sembuh dari penyakit ini, membuatku semakin yakin bahwa manusia hanya bisa berencana dengan segala keterbatasan yang dimilikinya namun Tuhan punya rencana lain terhadap mereka. Dan kita hanya bisa pasrah mengikuti scenario-Nya.
Kugendong Putri, gadis
kecilmu, buah cintamu dengan Iwan, yang telah dititipkan oleh keluargamu di
Panti Asuhan. Secarik kertas surat kuasa
pengalih asuhan bertanda tangan namaku Arleen, masih kugenggam erat. Sebatang
kara sepeninggal kematian suami dan kedua orangtuamu dalam kecelakaan pesawat, penolakan
keluarga, serta penyakit yang akhirnya membuat terbatasnya dirimu dalam merawat
Putri. Dan kini giliran diriku,
sahabatmu sesama odapus untuk menjaganya
serta meneruskan mimpimu mendirikan Roemah Kupu Danestri. Sebuah Yayasan sebagai
tempat berkumpul , memberikan informasi dan membangun kualitas hidup para
penderita lupus.
Selamat jalan
Diandra……..sekali lagi kupandang Krisan kuning diatas pusaramu, kebahagiaan,
keceriaan, kecantikan, kemurnian, persahabatan dan juga……lambang kematian.
No comments:
Post a Comment