Friday, July 11, 2014

Kehilanganmu


 




Di ruangan ini, dulu ada harapan.....
Ada semangat....
Ada cinta......
Ada rindu.........

Tidak ada yang berubah di ruangan ini..........
Dipan kayu....meja dan kursi Jati....
Termasuk alat-alat menulisku…..semua masih tetap sama. 

Tapi ada satu yang berbeda
Perasaan hampa....
Rasa sepi yang begitu sangat, menyeruak dadaku. 
Kubuka jendela, wangi rumput bercampur tanah basah segera menyegarkan rongga dadaku. Kutarik nafas dalam-dalam seakan takut kehabisan rasa yang menenangkan itu.

Tanganku masih memegang selembar kertas berwarna ungu
Tanpa terasa air mataku mengalir….teringat kenyataan yang terjadi 2 hari yang lalu……
Tuhan…….salahkah aku jatuh cinta?
Ku tahu betapa tak mudahnya menjadi seseorang seperti keinginanmu……..
Mungkin aku berlebihan dalam mencintai kamu
Dan apakah sebaiknya aku berhenti mencintaimu?
Betapa pertanyaan-pertanyaan itu mendera pikiranku.

----------------------

“Salam kenal, aku Yudha-…”
Perkenalan singkat itu berbuah hubungan antara kita berdua. Aku seorang penulis cerpen di sebuah majalah remaja, dan kamu kebetulan menjadi editor disana.
Pertama kali aku mengirimkan naskahku, berbuah sebuah pesan singkat. Intinya kamu menyukai ceritaku, “Sangat suka, dan sangat hidup”, begitu katamu. Saat itu aku hanya bisa tersenyum dan berucap terimakasih.
Hari itu berlanjut menjadi hari-hari lain yang membahagiakan untukku. Setidaknya aku bisa bersemangat setiap kali matahari membangunkan. Tak sabar menunggu datangnya pagi, untuk kembali melanjutkan tulisan yang tertunda tadi malam dan menunggu sapaanmu lewat pesan singkat yang pada akhirnya membuat imajinasiku menjadi sangat lepas.

Kita bagaikan terikat dalam satu tubuh
Saling membutuhkan…
Kamu butuh aku dalam ceritaku
Dan aku butuh kamu sebagai inspirasiku
Kamu tahu? Tidak pernah aku merasakan sebahagia ini……

Dan itu terbukti dari hasil-hasil karyaku, rata-rata cerpenku menjadi juara di beberapa kompetisi, juga dengan diterbitkannya buku antalogi karyaku.
Semua itu tidak lepas dari masukan dan arahan darimu.
Betapa kamu selalu mendukungku, memotivasi aku, dan pada akhirnya timbul rasa itu
Aku dan kamu telah jatuh cinta.

Tapi….sebagaimana perasaan bahagia ini, ada rasa takut menyelinap dalam diriku.
Aku sangat takut akan kenyataan….kenyataan akan diriku.
Aku tidak akan sanggup jika kenyataan akan berbeda dengan harapanku selama ini. 
Dan semakin lama kita berinteraksi, rasa itu semakin kuat mengikat diriku.
Betapa aku mencintamu…


Tapi tahukah kamu? Sesungguhnya aku telah berdusta padamu…….
Seorang produser tertarik untuk menjadikan novelku dalam bentuk layar lebar. Aku menyanggupi pertemuan dengan mereka dan yang pasti….juga denganmu.


Diantara puluhan pertemuan maya kita , inilah pertemuan nyata pertama kita....
Kenyataannya, aku tidak hadir disitu, aku menggantikan diriku dengan sahabatku. Aku terlalu malu bertemu denganmu. Mungkin lebih tepatnya aku terlalu takut untuk bertemu denganmu.


Hasil dari pertemuan itu cukup memuaskanku. Kamu dan produser itu berniat untuk menerbitkan film adaptasi dari novel terbaruku. Betapa bahagianya aku, andai saja kamu tahu….ingin rasanya detik itu aku berlari kearahmu….tapi aku tahu, aku tak bisa.

Tuhan……., aku yakin Engkau menciptakan segala sesuatu dengan teramat sempurna. Ditengah kesendirianku selama ini, Engkau masih berkenan menyelipkan rasa indah itu…rasa mencintai seseorang. Namun haruskah rasa cinta itu kembali kukubur dalam-dalam? Sebelum sakitnya mengenai sulbiku, lebih baik segera kuhentikan perasaan ini.

Tapi dalam kenyataannya, aku tak bisa….
Berungkali aku mencoba, berkali juga aku gagal
Dan pada akhirnya aku terjebak
Layaknya penari topeng yang selalu pandai menyembunyikan apa yang ada pada dirinya
Itu yang selalu kulakukan padamu. Biarlah kamu mengenalku lewat sosok sahabatku.
Yang sempurna menurut penilaianmu
Karena aku adalah seorang pengecut


Dan akhirnya aku harus menerima kenyataannya.
2 hari yang lalu kamu melamarku,…..bukan…bukan aku, tapi kamu melamar aku dalam sosok sahabatku

Haruskah aku bahagia?
Ataukah harus ku akhiri segalanya?
Haruskah kau tahu, bahwa aku yang sesungguhnya adalah seorang anak tanpa orang tua?
Yang dititipkan di sebuah panti asuhan dalam sebuah keranjang beralas kain lusuh?
Dan aku hidup dengan  kaki yang tidak sempurna?
Karena penyakit polio yang kuderita sedari kecil?
Jika kamu tahu semua itu…..akankah kamu tetap mencintaiku?
Ataukah kamu seperti yang lainnya?
Yang berpaling, setelah mengetahui kondisiku?

Kembali ruangan dingin ini menemaniku
Bersama tulisan-tulisanku....
Entah sampai kapan...





No comments:

Post a Comment