Bukan
keinginanku untuk memendam cinta….
Bukan kemauanku
untuk terus diam meski memendam perasaan yang mendalam….
Diam , bisuku
dan rasa bertahan untuk tidak mengungkapkan itulah yang membuat cinta yang
kurasakan makin terlihat ada dan nyata…..
Lalu dari jauh
aku hanya bisa menatapmu ………. berharap kamu bisa merasakan perasaanku tanpa aku
harus mengungkapkannya…
Namun sampai
kapan aku bisa bertahan?
Kupandang
setengah gelas cinnamon dolce latte
dihadapanku, “God…., aku tidak seharusnya merasakan hal ini,” batinku. Mataku
mengalirkan mata air bersamaan derasnya tirai hujan di balik jendela.
-------------------------------------------------------------------
“Need help, very very urgently…”
Barisan tulisan
short massages services aku kirimkan melalui ponselku sabtu dinihari. Tidak
berapa lama balasan langsung seperti biasanya muncul dilayar biru ponselku. “
Ada apa mbak…pagi-pagi udah ngaggetin orang, awas kalo gak penting,” … sahutmu
tertulis di layar.
Seketika puluhan
text memenuhi layar ponselku dan langsung kukirimkan kepadamu, dan seperti
biasa jawaban atas pertanyaan yang meretas pagi dini hari itu, mampu membantu
mengusir kegundahan hatiku.
Sedikit mengenai
pemuda ini, aku dan dia berkenalan pada saat kami sedang sama-sama bertemu
dalam suatu acara yang diadakan kantorku. Kami bersahabat baik selang beberapa
saat kami berkenalan, sesuatu yang bisa dikatakan seperti sudah ditakdirkan.
-------------------------------
Sebagai sahabat
dengan mudah setiap obrolanku denganmu dapat menjadi pencahar rahasia dan
gelisahanku. Keingintahuanku dibalas olehmu dengan informasi menyeluruh. Kamu
selalu menelanjangiku tanpa penawar rasa malu pada saat aku berkeluh kesah atas
suatu hal.
Dan disaat aku
tidak puas akan sesuatu, disaat aku berteriak keras akan ketidakadilan yang terjadi padaku, kamu berbicara
dengan ketenangan dan gejolak emosi, yang kadang membuatku menjadi seorang wanita
yang kurang sempurna….
“Jangan bertanya
hal itu padaku, mbak…aku belum mengalaminya,” katamu satu hari , saat aku tidak
puas dan bertanya atas sesuatu. Perasaan menyesal meruak seketika mengingat aku
telah memaksamu untuk bisa selalu menjawab dalam segala persoalan hidupku. Aku
yang lebih dulu merasakan kehidupan dunia ternyata tidak mampu membuktikan
padamu bahwa aku mampu menyelesaikan persoalan
hidupku sendiri. Aku terlalu mudah menunjukkan kerapuhanku padamu .
---------------------------------------------------------------
“Aku ingin
memuat fotomu mbak…,” katamu beberapa hari yang lalu.
“ Untuk apa?
Tidak ada yang istimewa dengan diriku?” Jawabku sambil memotong sepotong kecil chocolate hot fudge ke dalam mulut. Kita
berdua sedang duduk menikmati makan malam sepulang dari kantor.
“Setiap orang
itu istimewa mbak...tidak peduli siapa dia, ada sisi menarik yang bisa
ditampilkan dan menjadikannya cermin bagi yang lain.” Katamu pelan.
“Aku tidak
istimewa…” tegasku lagi
“Masih banyak
yang lebih istimewa dibandingkan aku, mungkin kamu bisa mulai mencarinya dari
sekarang,” lanjutku, “ Dan aku tidak terlalu suka terekspose , lebih suka
mengeksposenya dalam bentuk yang lain,” sambungku datar.
“Kamu istimewa
mbak…” lanjutnya “Hmmmm mengekspose dalam bentuk tulisankah?” tanyamu, matamu
lekat memandangku.
“Hu uh…yah
dengan itu.” Aku mulai merasa tidak nyaman dengan tatapannya.
“Tulisanmu itu
mbak… “ Tiba-tiba kamu berkata “Aku melihat tulisanmu itu tidak pernah berakhir
bahagia, apa dirimu tidak pernah merasakan bahagia?”.
Aku tertegun,
tidak siap akan ditanya seperti itu…,” I don’t believe happiness ever after,…
its only in fairytale.” Jawabku.
“Why did you say
that? You are wealthy woman you should be happy?” jawabmu tidak percaya.
“You know ,
mbak…” lanjutmu “ Happiness should be a
process not as an ending.”
“Happiness…”
lanjutmu lagi seolah tidak memberiku kesempatan untuk membela diri atas
pernyataanku diatas, “ Adalah pengalaman, bukan penjelasan. Happiness adalah perjalanan,
bukan tujuan…”
Aku mengangkat
kepalaku, memandang matanya lekat-lekat. Mencari tahu atas kalimat yang baru
keluar dari mulutnya tadi. Tidak ada
yang aneh dari pernyataan itu , memang…tapi
pemuda ini, yang lebih muda belasan
tahun dariku mampu membuatku terkunci kata. Seketika rinduku yang sudah
mengerontang bagai sahara selama ini tahu-tahu dibalas dengan limpahan air
Niagara, aku tidak siap…tubuhku terkunci, mataku nanar menatapnya, seolah dia
sudah tahu apa yang terjadi di separuh perjalanan hidupku selama ini. Mataku menangis
tanpa isak, hanya banjiran air yang dipompa tanpa bisa di stop. Dan kamu….kamu
hanya memandangku….
-------------------------------------
Setelah kejadian itu, kita menjadi
semakin dekat, dan aku selalu menumpahkan apa yang ada di dalam pikiranku
padamu. Dan kamu…dengan kemurahan hatimu, bersedia menjadikan dirimu sebagai
tempat pembuangan rasaku. Dalam diriku…persahabatan itu mulai berubah arti….aku
mulai jatuh cinta padamu…
Aku dan kamu biasa saling bertemu, biasa saling berbagi ,
terbiasa saling memberi perhatian…kamu tahu Cinta
datang karena terbiasa jika keterbiasaan itu terjadi karena ketidaksengajaan
. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu…namun aku sangat menghargai
kebahagiaanku saat ini…kebahagiaan dapat mencintai seseorang…dan… Tuhan telah menebarkan
cintanya disana…
Kini dimalam rutinitasku mulailah
kamu mendominasi ruang pikiranku, seolah ada antena yang tumbuh di kepalaku
untuk selalu mendeteksi frekuensimu. Gila memang…! Aku! Seorang wanita yang
hidup stabil. Bahkan aku sudah mulai memprediksi kehidupan masa depanku, harus
terobrak-abrik hanya karena kamu! Pemuda yang selisih usianya 10 tahun dari
usiaku! Segenap sel tubuhku menginginkan
hal tersebut terjadi, tapi pikiranku gentar membayangkan perubahan dan
ketidakpastian.
-------------------------------------------
Kuhirup sekali
lagi cinnamon dolce latte, serupan
terakhir. Hujan masih terus menerus mengguyur seolah dewa Zeus sedang
menampakkan kemurkaannya. Mataku masih basah, untuk apa? Akupun tidak tahu apa
yang kutangisi….
Terbayang lagi
siluet tubuhmu berjalan bergandengan tangan dengan teman wanitanmu. Aku yang
saat itu sedang mencari kebutuhan menulisku terpaksa menyembunyikan kepalaku
diantara tumpukan buku, mengintip kemesraan kalian. Lucu…tapi tidak kupalingkan
mataku, aku terus menatapmu, sampai akhirnya aku berpaling….. ketika lenganmu
mulai mendekap teman wanitamu dan memeluknya rapat kearahmu…..
Semua ini hanya
topeng yang dipakai dan ditanggalkan kapanpun kita mau….
Kumusnahkan
perasaanku barusan…
Kuhancurkan
hingga berkeping keeping….
Dan kini….aku
kembali menjadi aku….siapapun itu…aku tak tahu…
Aku utuh…
Itu saja…
Lalu aku
berjalan menjauh dan tidak berpaling lagi….
No comments:
Post a Comment